Resensi Novel Hafalan Sholat Delisa
A. IDENTITAS BUKU
Judul : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2008
Cetakan ke : ke-VII
Tebal halaman : 309 halaman
Harga : Rp 50.000,00
Pengarang : Tere-Liye
Penerbit : Republika
Tahun terbit : 2008
Cetakan ke : ke-VII
Tebal halaman : 309 halaman
Harga : Rp 50.000,00
B.
SINOPSIS
Delisa,
gadis kecil berusia 6 tahun,anak bungsu dari Ummi Salamah dan Abi Usman.
Kakak-kakak Delisa bernama Cut Fatimah berusia 16 tahun, siswi kelas 1 di
Madrasah Aliyah, Cut Aisyah dan Cut Zahra. Cut Aisyah dan Cut Zahra merupakan
saudara kembar, mereka duduk di kelas 1 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Lhok Nga.
Walaupun, mereka saudara kembar, tapi mereka mempunyai sifat yang berbeda
sekali. Abinya bekerja di tanker perusahaan minyak Internasional. Hanya setiap
3 bulan sekali Abi bisa pulang ke rumahnya dan berkumpul dengan keluarganya.
Sedangkan Ummi,tinggal bersama anak-anaknya di komplek perumahan sederhana yang
dekat sekali dengan pantai Lhok Nga.
Suatu hari,
Delisa mendapat tugas dari Ibu Guru Nur ,yakni menghafal bacaan-bacaan shalat
yang akan di praktekkan di depan Ibu Nur tepatnya pada tanggal 24 Des 2004.Ibu
memberikan sebuah kalung emas seberat 2 gram dengan berliontin D sebagai
motivasi baginya supaya bisa menghafal bacaan-bacaan shalat itu, yang dibeli di
Toko Kok Acan. Koh Acan merupakan teman dekat Abi yang selalu sayang dengan
anak-anak nya.
Pagi yang
cerah tepatnya tanggal 26 Desember 2004, Delisa mempraktekan hafalan shalatnya
di depan kelas. Tiba-tiba ketika Delisa selesai takbiratul ihram,tanah bergetar
dengan dahsyat. Bumi seperti di goyang tangan raksasa, air laut semakin mundur,
masuk ke dalam retakan. Gempa berkekuatan 8,9 SR itu membuat tsunami
menyusul menyapu daratan. Tapi anehnya Delisa tetap khusuk dalam melafazkan
hafalan shalatnya. Namun, terjangan air laut yang sangat kuat menghayutkan
semua yang ada, Delisa jatuh dan terpental oleh kekuatan air.
Bencana itu
menewaskan sekitar 3.000 orang yang ada di Banda Aceh dan sekitarnya. Termasuk
Ummi Delisa, dan ketiga kakaknya, serta Ibu Guru Nur juga tewas dalam peristiwa
itu. Dan Delisa selamat, karena Ibu Guru Nur mengikat tubuh Delisa
di atas papan dengan menggunakan kerudung milik Ibu Nur yang robek. Selama 6
hari Delisa pingsan tak sadarkan diri, dalam pingsannya dia bermimpi bertemu
dengan Ummi,Kak Fatimah,Kak Aisyah dan Kak Zahra,yang pergi meninggalkan Delisa
tanpa mengajaknya pergi bersama mereka. Sampai akhirnya Delisa sadar,tapi
Delisa tidak bisa bergerak, kakinya terjepit di sela-sela semak, tubuhnya
terjembab di atas semak-belukar. Siku kanan Delisa juga patah. Delisa menggantung
terbaring tidak berdaya.
Setelah
hampir mencapai satu minggu, Delisa akhirnya di temukan oleh Prajurit Smith
yang kemudian menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi Prajurit Salam. Akibat
dari kekuasaan Allah Prajurit Smith mendapatkan petunjuk.Petunjuk itu berasal
dari seorang Delisa,karena semangatnya untuk tetap hidup walaupun telah
tergeletak selama beberapa hari.Kemudian Delisa di rawat oleh Suster Shopi ,
dia adalah sekarelawan yang berada di atas kapal Angkatan Laut Amerika. Dalam
perawatannya, Delisa tidak sadarkan diri.Dan pada saat itu dia menerima semua
yang terjadi pada tubuhnya seperti kaki yang diamputasi dan jahitan-jahitan di
kepala.Informasi mengenai bencana ini sampai ke telinga Abi.Dan Abi memutuskan
untuk pulang melihat keadaan keluarganya. Abi sangat sedih melihat rumahnya
yang rata oleh tanah. Setelah beberapa hari Prajurit Salam menempelkan daftar
nama korban yang selamat.Ternyata ada nama Delisa ,kesedihan Abi
berkurang, meskipun belum ada kabar tentang Ummi.
Setelah
bertemu dengan Abi, Delisa menceritakan semuanya tentang kondisinya. Tidak
terlihat sebuah ketidakterimaan darinya. Kaki yang sudah di amputasi,
tangannya yang patah, kepalanya yang botak karena luka, dan giginya yang
tinggal dua. Abi tidak menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya, menerima
takdir yang telah di gariskan oleh ALLAH.
Beberapa
bulan pasca tsunami, Delisa sudah bisa menerima keadaan yang sangat pahit itu,
dia memulai kembali kehidupan dari awal bersama Abinya. Hidup di posko-posko,
hidup dengan orang-orang yang senasib. Dan tantangan yang berat bagi Delisa
saat itu adalah mengembalikan hafalan shalatnya. Hafalan shalatnya hilang
begitu saja, namun becana yang melanda Aceh tersebut membuat Delisa lebih
memahami makna ikhlas. Ikhlas untuk menerima keadaan. Delisa sadar bahwa selama
ini dia berusaha menghafal bacaan shalat bukan karena ALLAH, tapi semata-mata
hanya karena ingin mendapatkan sebatang coklat, sebuah kalung berliontin D ,
dan untuk mendapatkan sepeda.
Ketika
tidur, Delisa bermimpi bertemu dengan Umminya, yang menunjukan kalung yang
dinanti-nantinya selama ini.
Sore itu,
Sabtu, 21 Mei 2005, setelah shalat Ashar, ketika Delisa sedang mencuci tangan
di tepi sungai, Delisa melihat pantulan cahaya matahari senja dari sebuah benda
yang terjuntai di semak belukar,yang berada di seberang sungai. Itu
membuat hati Delisa merasa bergetar. Delisa berkata “ Ya ALLAH, bukankah itu
seuntai kalung?” , ternyata Delisa benar,itu merupkan kalung yang berliontin D
yang dibelinya untuk keberhasilannya dalam membaca bacaan shalat.
Yang membuat
Delisa bertambah terkejut, kalung itu ternyata bukan tersangkut di dedahanan.
Tetapi kalung itu tersangkut di tangan, tangan yang sudah menjadi kerangka,
sempurna kerangka manusia, putih tulang-belulang, utuh bersandarkan semak
belukar tersebut. Tangan itu adalah jasad tangan Ummi yang sudah 3 bulan lebih
menggenggam kalung emas seberat 2 gram berliontin huruf D.
C.
UNSUR INTRINSIK
I.
Tema
Tema Novel Hafalan Shalat Delisa adalah
Perjuangan Seorang Anak Kecil dalam Menghafal Bacaan Shalat.
II.
Penokohan
Tokoh-tokoh
dan watak dalam novel Hafalan Shalat Delisa, yaitu
1.
Delisa
·
Pantang
Menyerah ( Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengan sadar dan tidaknya
ingin sujud... Ya Allah, Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa sekarang
hafal bacaannya... Delisa tidak lupa seperti tadi shubuh (Hafalan Shalat
Delisa, hal. 71))
·
Penyayang
("Delisa.... D-e-l-i-s-a cinta Ummi... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah
(Hafalan Shalat Delisa, hal. 53))
2. Ummi Salamah
·
Rendah Hati
("ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!" (Hafalan Shalat
Delisa, hal. 19))
·
Sabar
("Bukan, sayang... Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya sebelum
kamu hafala seluruh bacaan shalat! sebelum lulus dari ujian Ibu Guru Nur
(Hafalan Shalat Delisa, hal. 22))
·
Perhatian
("Kamu kenapa, sayang?" ; "Kamu sakit?" (Hafalan Shalat
Delisa, hal. 27))
3. Kak Fatimah
·
Tegas
(" Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin delisa nggak pakai
teriak-teriak apa?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.2))
·
Sabar
(" Delisa bangun, sayang... Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2))
4. Kak
Aisyah
·
Keras Kepala
(" Yee, Delisa jangankan digerak-gerakkan kencang-kencang, speaker
meunasah ditaruh di kupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga."
(Hafalan Shalat Delisa, hal. 2)
·
Egois
("Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya.... bikin repot saja!"
(Hafalan Shalat Delisa, hal. 8))
·
Iri ("Kenapa
Delisa dapat kalung yang lebih bagus! kenapa kalung Delisa lebih bagus
dibandingkan dengan kalung Aisyah... lebih bagus dari kalung Zahra... kalung
Kak Fatimah." (Hafalan Shalat Delisa, hal.32))
5. Kak Zahra
·
Sabar
("Iya! Tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti merusak
lipatan pakaian yang lainkan?" (Hafalan Shalat Delisa, hal.49))
6.
Ustadz
Rahman
·
Pengetian
("Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali... Baca
berkali-kali... nanti nggak lagi! Nanti pasti terbiasa." (Hafalan Shalat
Delisa, hal.38))
7. Abi Usman
·
Pengertian
("Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembali. Insya Allah jauh lebih
cepat sekarang... Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya (Hafalan Shalat
Delisa, hal.151))
·
Perhatian
("Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?" (Hafalan
Shalat Delisa, hal. 226))
8. Umam
Nakal (“Maafin Umam, Umi. Umam ngaku, Umam yang ngambil uang belanja Umi”)
9.
Tiur
Baik (“Ayo Delisa, aku ajarin naik sepedanya”)
10. Pak Cik Acan
Baik (“Udahlah Umi Salamah, buat umi Salamah saya kasih setengah harga”)
Baik (“Udahlah Umi Salamah, buat umi Salamah saya kasih setengah harga”)
11. Smith Adam
Perhatian ( “Bagaimana Shopie? Apakah keadaan
anak itu berubah?”)
12. Shopie
Baik , Perhatian (“Delisa jangan menangis, saya janji akan sering kirim
surat dan hadiah untuk Delisa. Saya juga suatu saat nanti akan kembali ke sini
untuk menemui Delisa”)
III.
Latar
1. Latar Tempat
· Lhok Nga
Menggetarkan langit-langit Lhok Nga
yang masih gelap (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
· Kamar Rawat
Shopi
melangkah keluar kamar, entah mengambil apa (Hafalan Shalat Delisa, hal.132)
· Hutan
Sersan Ahmed
berlari menuju semak belukar tersebut. (Hafalan Shalat Delisa, hal.109)
· Tenda darurat
Delisa
menatap tenda-tenda yang berjejer rapi tersebut (Hafalan Shalat Delisa,
hal.156)
2. Latar Waktu
· Pagi hari
Adzan shubuh
dari meunasah terdengar syahdu (Hafalan Shalat Delisa, hal.1)
Cahaya
matahari menyemburat dari balik bukit yang memagari kota (Hafalan Shalat
Delisa, hal.5)
· Siang hari
Sinar terik
matahari mengembalikan panca-indranya (Hafalan Shalat Delisa, hal.92)
· Sore hari
Matahari
bergerak menghujam bumi semakin rendah. Jingga memenuhi langit (Hafalan Shalat
Delisa, hal.46)
· Dini Hari
Malam ketiga
ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45 (Hafalan Shalat Delisa,
hal.112)
3. Setting Suasana
·
Ramai
Pasar Lhok
Nga ramai sekali. Hari Ahad begini. Semua seperti sibuk berbelanja (Hafalan
Shalat Delisa, hal.19)
·
Senang
"Delisa
boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra
atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
·
Sedih
Sungguh
semua hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kami belum pernah melihat kehancuran
seperti ini. Kota ini tak bersisa, kota ini luluh lantak hanya meninggalkan
berbilang kubah masjid, kota itu menjadi cokelat, kota ini tak berpenghuni
lagi. Kota ini! Kota itu! (Hafalan Shalat Delisa, hal.81)
IV.
Alur
Alur yang
ada dalam novel "Hafalan Shalat Delisa", yaitu alur maju. Hal ini
dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut :
·
Pengenalan/
awal cerita
Awal cerita
dalam novel ini didahului oleh sebuah keluarga yang memiliki seorang anak
bernama Delisa. Delisa adalah anak kecil berumur 6 tahun yang sedang berusaha
menghafal bacaan shalatnya. Delisa selalu susah untuk menghafal bacaan
shalatnya. Setiap shalat Kak Aisyah membaca keras-keras bacaan shalatnya agar
Delisa lebih mudah untuk menghafal bacaan shalatnya. Kak Aisyah selalu
menjahili Delisa. Abi Delisa bekerja di pertambangan minyak sehingga Abi Delisa
pulang 1 bulan sekali.
·
Timbulnya
konflik / titik awal pertikaian
Awal
pertikaian ditunjukan ketika delisa akan dibelika kalung oleh ibu sebagai
hadiah telah menghafal bacaan shalatnya. Namun kalung yang delisa beli berbeda
dengan kalung yang dibelikan ibu kepada kakak-kakaknya. Hal tersebut membuat
Kak Aisyah merasa cemburu atau iri terhadap kalung yang dibelikan ibu kepada
Delisa
·
Puncak
konflik/titik puncak cerita
Titik puncak
certita adalah ketika Delisa sedang menjalani tes hafalan bacaan shalat oleh
Ibu Guru Nur. Ketika itu tiba-tiba saja kota Aceh dilanda gempa yang sangat
kuat. Gempa itu berskala 9.1 SR. Delisa yang sedang tes tetap melanjutkannya,
tidak peduli kondisi sekitar seperti apa. Padahal semua murid yang sedang
menunggu giliran sudah berhamburan keluar sekolah. Namun Ibu Guru Nur tetap
setia menemani Delisa. Setelah gempa mereda, air laut seketika naik sangat
tinggi, menyebabkan para nelayan berlari kesana-kesini. Ternyata gempa itu
disertai dengan tsunami. Air dengan arus yang sangat dahsyat menerjang tubuh
mungil Delisa yang sedang menjalani tes. Abi yang tau berita ini lewat
televisi, langsung meminta cuti ke bosnya untuk kembali ke aceh dan segera
mengetahui kondisi keluarganya. Namun ketika Abi sampai di Aceh, dia mendapat
berita yang menyedihkan. Abi di beritahu oleh Koh Acan bahwa semua anggota
keluarganya telah meninggal. Hanya tinggal Delisa sajalah yang sampai saat ini
belum ditemukan juga.
·
Antiklimaks
Antiklimaks
dalam novel ini ketika Delisa telah merelakan kepergian seluruh anggota
keluarganya kecuali Abi. Delisa tidak akan pernah membahas Ummi didepan Abi.
Delisa tidak ingin membuat Abi sedih. Dan semenjak kejadian itu Delisa lupa
akan semua hafalan shalat yang pernah ia hafal. Delisa berusaha untuk
menghafalnya lagi namun hal terserbut malah semakin sulit untuk dihafal.
·
Penyelesaian
Masalah
Pada
akhirnya, Delisa tersadar hal apa yang dapat membuat lupa akan hafalan
shalatnya itu. Hal itu adalah Delisa menghafal bacaan shalatnya hanya demi
mendapat kalung dari Ummi. Delisa menghafal bacaan shalatnya agar mendapat
imbalan dari Ummi. Dan sekarang Delisa sudah dapat mengingat seluruh hafalan
shalatnya karena Delisa memiliki satu niat, yaitu ikhlas dalam melakukan apapun
dan jangan mengharapkan suatu imbalan.
V.
Sudut
Pandang
Sudut
pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut, yaitu sudut pandang
orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut
nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang
begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
"Ummi
Salamah terpana. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah... kalimat itu
membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat Delisa, hal.53)
VI.
Gaya Bahasa
·
Gaya
Hiperbola
"Ya
Allah... kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika" (Hafalan Shalat
Delisa, hal.53)
"Ya
Allah, tubuh itu bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya.
Berkemilauan-menakjubkan. Lihatlah! lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan
satu" (Hafalan Shalat Delisa, hal.108)
·
Gaya
Personifikasi
"Gelombang
tsunami sudah menghantam bibir pantai" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
"Terlambat,
gelombang itu menyapu lebih cepat" (Hafalan Shalat Delisa, hal.70)
·
Gaya
Metafora
"Pohon-pohon
bertumbangan bagai kecambang tauge yang akarnya lemah menunjang" (Hafalan
Shalat Delisa, hal.70)
B. UNSUR
EKSTRINSIK
I. Latar Belakang Penulis
PE“Tere Liye” merupakan nama pena dari
seorang novelis Indonesia yang diambil dari bahasa India dengan arti : untukmu.
Tere-Liye Lahir pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah menghasilkan 14 buah
novel.Nama asli dari pengarang ini adalah Darwis ,yang beristrikan Riski
Amelia, dan seorang ayah dari Abdullah Pasai.Lahir dan besar di pedalaman
Sumatera, berasal dari keluarga petani, anak keenam dari tujuh
bersaudara.Riwayat pendidikannya antara lain, SDN 2 Kikim Timur Sumatera
Selatan, SMPN 2 Kikim Timur Sumsel,SMUN 9 Bandar Lampung,Fakultas Ekonomi
UI.Profesinya sekarang sebagai penulis dan sebagai pemateri dalam forum
diskusi.Berkat dari kerja kerasnya itu membuat novel nya itu sampai ke pasaran
Internasional,oleh sebab itu ia dijuluki sebagai novelis terbaik Indonesia.
Novelnya ada yang sampai ke mancanegara yang diterjemahkan dalam bahasa
inggris.Karya-karyanya yang telah dipublikasikan antara lain berjudul Daun yg
Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Pukat, Burlian,Hafalan Shalat Delisa, Moga
Bunda Disayang Allah, Ayahku bukan Pembohong,The Gogons Series: James &
Incridible, Bidadari-Bidadari Surga, Sang Penandai, Rembulan Tenggelam Di
Wajahmu, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur,
Senja Bersama Rosie, dan ELIANA serial anak-anak mamak.Semua dari
karya-karyanya itu mendapatkan tanggapan positif dari setiap pembaca. Hampir
semua dari novel-novelnya itu menjadi best seller.
Dibandingkan
dengan novel sesudah maupun sebelumnya,novel Hafalan Shalat Delisa ini lebih
memberikan wawasan yang banyak terutama mengenai ibadah seperti menjaga
kekhusyukan dalam shalat. Pada novel ini penulis memakai bahasa yang sederhana
sehingga mudah dipahami oleh pembaca,berbeda dengan novelnya yang berjudul
Ayahku Bukan Pembohong,yang banyak menggunakan kata-kata kiasan dan juga
majas-majas yang sulit dipahami bagi pembaca terutama bagi pembaca
pemula.Novel Hafalan Shalat Delisa lebih banyak problema yang terjadi tidak
hanya terfokus pada satu permasalahan saja dan semua nya itu dipecahkan atau
diselesaikan dengan bijaksana,sedangkan pada novel Ayahku Bukan Pembohong hanya
terfokus pada satu permasalahan yaitu hanya terfokus pada kebohongan ayahnya
dan penyelesaian dari permasahannya itu juga kurang memuaskan .Novel Hafalan
Delisa itu juga membuat pembaca sangat terharu olehnya,karena semagat hidup
dari Delisa,hal itu memotivasi para pembaca untuk selalu semangat dalam melawan
kehidupan dan tak mengenal putus asa.
Novel
Hafalan Shalat Delisa ini mengangkat cerita mengenai anugerah dibalik
keikhlasan.Kita dapat melihat dari keikhlasan yang dimiliki Delisa ketika
menghafal hafalan shalat,ikhlas menerima keadaan nya setelah tsumani seperti
kaki yang teramputasi,dan ikhlas menerima kepergian Umi Salamah.
Novel ini
sangat bagus bagi pembacanya,karena membuat emosi kita ikut dalam setiap yang
dirasakannya.Novel ini ditulis dengan bahasa yang sederhana namun menyentuh
hati pembaca.Bukti-bukti yang diberikan pada setiap kejadian membuat
kisah-kisah ini seperti nyata.Bagian yang berkesan yaitu ketika pengambilan
nilai praktek shalat Delisa sekaligus pada saat itu terjadinya tsunami (Pada
Bab yang berjudul 26 Desember 2004 itu !),dan ketika penggambaran bagaimana
Delisa terjepit oleh sela-sela semak belukar (halaman 112) karena pada bagian
ini pembaca dapat menggambarkan seperti apa kejadian ketika tsunami itu.Dan
tokoh-tokoh pendukung dari bab itu membuat suasana menjadi hidup.
Tere-liye
ingin menyebarkan pemahaman bahwa HIDUP INI SEDERHANA melalui
tulisannya.
Berikut sedikit kutipan dari pojok “biografi” salah satu novelnya, yang sangat berkesan di hati saya (selaku pembaca) :
Berikut sedikit kutipan dari pojok “biografi” salah satu novelnya, yang sangat berkesan di hati saya (selaku pembaca) :
“Bekerja
keras, namun selalu merasa cukup, mencintai berbuat baik dan berbagi,
senantiasa bersyukur dan berterima-kasih maka tereliye percaya, sejatinya kita
sudah menggenggam kebahagiaan hidup ini”
II. Nilai yang terkandung :
a. Budaya
Budaya yang
ada di dalam novel ini adalah ketika semua anak Ummi Salamah telah lulus dalam
hafalan membaca shalatnya maka sebagai hadiahnya, Ummi membelikan sebuah kalung
sebagai hadiahnya. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :
"Delisa
boleh pilih kalungnya sendiri, kan? Seperti punya Kak Fatimah, punya Kak Zahra
atau, seperti punya Kak Aisyah!" (Hafalan Shalat Delisa, hal.17)
b. Agama
Dalam novel
ini nilai agama yang terkandung sangat kuat, karena semua anak-anak Ummi
Salamah diwajibkan menghafal bacaannya shalatnya dan diwajibkan untuk shalat
sesuai dengan waktunya. Semua anak Ummi Salamah belajar mengaji di TPA bersama
Ustadz Rahman. Hal ini dibuktikan dalam percakapan berikut :
" Delisa bangun, sayang...
Shubuh!" (Hafalan Shalat Delisa, hal 2)
c. Moral
Di gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.
Di gambarkan nilai-nilai moral yang sangat kental. Kita dapat menganalisi dari keadaan sosial dan kegiatan masyarakat di daerah tersebut. Sangat sopan dan juga sangat mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya islam.
d. Sosial
Banyak sekali nilai sosial yang tertoreh pada novel ini, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 anaknya dengan sabar. Walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hidup sejahtera dan tentram.
Banyak sekali nilai sosial yang tertoreh pada novel ini, sebagai contoh kebersamaan seorang ibu yang menyayangi ke-4 anaknya dengan sabar. Walau dalam keluarganya tersebut tidak hadirnya seorang ayah. Namun keluargan tersebut dapat hidup sejahtera dan tentram.
Realita
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang tua yang kurang peduli dengan nilai keagamaan anaknya. Kita juga dapat melihat sekitar kita, banyak anak-anak yang kurang peduli dengan kegiatan keagamaannya seperti contoh kurang minat untuk menghafalkan doa-doa sholat dan membaca Al-Quran.
Hafalan Sholat Delisa sangat bagus dan sangat baik untuk di terapkan dalam kehidupan beragama dan berkeluarga.
Penilaian pada novel :
1. Kelebihan
Novel ini
sangat bagus untuk dibaca untuk semua kalangan. Baik anak-anak maupun remaja
bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat dalam novel ini memberikan
banyak inspirasi bagi para pembacanya.
Tiap bait
puisi dibeberapa kalimatnya menambah poin plus untuk novel ini. Alur cerita
yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca (khususny saya) untuk selalu
ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah ditakdirkan dari Allah swt.
Novel ini
juga diangkat ke layar lebar dan ditonton oleh banyak orang. Saya juga pernah
menonton film ini. Ketika membaca novel ini saya meneteskan air mata karena
alur ceritanya yang sangat menyahat hati dan pada saat menonton film ini, air
mata saya pun tetap saja mengalir karena melihat secara tidak langsung
bagaimana kejamnya bencana tsunami yang berhasil meluluh lantahkan kota
Lhok-Ngah yang membuat keluarga kecil Delisa yang begitu harmonis tewas dalam
kejadian tersebut.
Novel ini
sangat direkomendasikan untuk dibaca!! Temukan setiap makna yang tersirat
Kelebihan dari film ini adalah film ini mampu menyampaikan pesan-pesan kepada para penontonnya untuk dapat tetap tegar dan semangat walau dalam keadaan yang benar-benar terpuruk dan memprihatinkan. Memberikan pesan untuk mampu bersikap ikhlas dalam menghadapi cobaan.
Novel ini pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin belajar mengenai keikhlasan serta kesabaran. Tak hanya orang dewasa, buku inipun cocok untuk anak-anak dan para remaja karena plot yang dibuat penulis merupakan plot cerita dunia kanak-kan
Kelebihan dari film ini adalah film ini mampu menyampaikan pesan-pesan kepada para penontonnya untuk dapat tetap tegar dan semangat walau dalam keadaan yang benar-benar terpuruk dan memprihatinkan. Memberikan pesan untuk mampu bersikap ikhlas dalam menghadapi cobaan.
Novel ini pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin belajar mengenai keikhlasan serta kesabaran. Tak hanya orang dewasa, buku inipun cocok untuk anak-anak dan para remaja karena plot yang dibuat penulis merupakan plot cerita dunia kanak-kan
Yang menarik
dari novel ini adalah, adanya bait – bait puisi yang disertakan pada setiap
akhir bab cerita,-kadang saat peristiwa-peristiwa penting- yang seolah – olah
menyemangati Delisa serta menggugah hati kita lebih dalam tentang makna yang
terkandung dalam novel tersebut. Ini juga dilengkapi oleh penggunaan bahasa
yang mungkin tidak “sastra” , tetapi “to the point” dan sederhana, yang membuat
pesan lebih tersampaikan ke semua kalangan pembaca. Seolah – olah , penulis
memang mempunyai maksud yang kuat untuk menyampaikan amanat yang terkandung
dalam novel ini, yang mungkin dikarenakan juga oleh latar belakang penulisan
novel ini.
Adapun hal yang menjadi sorotan resensator–kalaupun tidak disebut sebagai kelebihan- adalah sikap Delisa yang tampak sangat dewasa, melihat usianya yang baru 6 tahun. Sikapnya saat menerima berbagai cobaan yang dihadapinya tidak cocok dengan umurnya . Nilai plusnya adalah para pembaca menjadi lebih terharu hatinya karena berkaca pada sikap Delisa dalam menerima cobaan. Selain itu, terkadang pembaca menjadi rancu mengenai latar dan tempat karena perubahan yang tiba – tiba. Tetapi untungnya, jalan cerita yang menghanyutkan membuat kita tidak peduli akan kerancan ini.
Pada akhirnya, dengan segala kandungannya, novel ini wajib dibaca oleh mereka yang sedang merenungi dan mencari makna dan arti hidup yang sebenarnya. Bahkan bagi para remaja juga dianjurkan membaca novel ini, karena akan memperkaya nilai – nilai kehidupan dalam proses pencarian jati diri mereka. Energi untuk ‘hidup’ yang dibawa oleh novel ini sangatlah besar, dan bisa membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan ini. Resensator pun maklum jika nantinya, air mata para pembaca jatuh menetes saat membuka lembaran – lembaran novel ini. Selamat Membaca!
Adapun hal yang menjadi sorotan resensator–kalaupun tidak disebut sebagai kelebihan- adalah sikap Delisa yang tampak sangat dewasa, melihat usianya yang baru 6 tahun. Sikapnya saat menerima berbagai cobaan yang dihadapinya tidak cocok dengan umurnya . Nilai plusnya adalah para pembaca menjadi lebih terharu hatinya karena berkaca pada sikap Delisa dalam menerima cobaan. Selain itu, terkadang pembaca menjadi rancu mengenai latar dan tempat karena perubahan yang tiba – tiba. Tetapi untungnya, jalan cerita yang menghanyutkan membuat kita tidak peduli akan kerancan ini.
Pada akhirnya, dengan segala kandungannya, novel ini wajib dibaca oleh mereka yang sedang merenungi dan mencari makna dan arti hidup yang sebenarnya. Bahkan bagi para remaja juga dianjurkan membaca novel ini, karena akan memperkaya nilai – nilai kehidupan dalam proses pencarian jati diri mereka. Energi untuk ‘hidup’ yang dibawa oleh novel ini sangatlah besar, dan bisa membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan ini. Resensator pun maklum jika nantinya, air mata para pembaca jatuh menetes saat membuka lembaran – lembaran novel ini. Selamat Membaca!
Keunggulan
novel ini adalah alur cerita yang sangat menghanyutkan membuat para pembaca
khususnya saya untuk selalu ikhlas dalam menerima segala cobaan yang telah
ditakdirkan dari Allah swt. Novel ini menggunakan bahasa yang sederhana namun
mampu menyentuh hati pembaca. Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang
ketiga, sehingga saat kita membaca novel ini, kita seolah menjadi anak kecil
dengan pemikiran polos dan keingintahuan yang tinggi. Saat Delisa mengerti
makna keikhlasan, kita juga dapat memahami bagaimana seorang anak kecil mampu
melakukan ibadah hanya karena Allah. Bukan karena hadiah, imbalan, atau pujian
dari orang lain.Dan banyaknya nilai moral yang telah diajarkan kepada kita
seperti keikhlasan, ketaqwaan kepada Tuhan.
2.
Kelemahan
Kelemahan
dari novel ini yaitu tidak adanya biografi penulis yang disediakan pada bagian
akhir halaman novel,pengarang menggunakan nama samaran tidak nama asli
(Tere-Liye),tidak adanya sinopsis yang disediakan pada bagian belakang
cover,sehingga ketika kita ingin membelinya kita ragu novel ini menceritakan
tentang apa. Bahasa yang digunakan penulis sederhana namun mampu menyentuh hati
pembaca,tidak susah dipahami.Dimengerti oleh semua kalangan pembaca baik
pembaca pemula atau sudah tingkat lanjut.
KESIMPULAN/AMANAT
·
Apabila kita
memiliki kemauan pasti ada jalannya
·
Kalau kita
ingin mencapai suatu harapan hanya untuk sebuah imbalan itu percuma, karena hal
yang kita lakukan tersebut tidak berasal dari hati kita sendiri tapi berasal
dari nafsu kita untuk mendapat imbalan tersebut.
·
Sebaiknya
kita melakukan apapun sesuai dengan hati kita, jangan pernah mengharapkan suatu
imbalan apapun terhadap pekerjaan atau suatu harapan yang kita inginkan.
·
Sebaiknya
kita juga melakukan apapun dengan hati yang lapang dan ikhlas.
·
Teruslah
Bersyukur dengan apa yang telah di berikan Oleh Allah SWT.
·
Jangan
pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini.
·
Sayangilah
Keluargamu seperti mereka menyayangimu.
· Dalam mengalami pahitnya hidup, tetaplah menjalani
hidupnya dengan tabah dan sabar. Intinya, manusia hidup didunia harus
tetap bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dan tetap sabar
menjalani hidup walau banyak cobaan dari-NYA.